Denias, Senandung Diatas Awan
Film ini diangkat dari kisah
nyata yang mengisahkan seorang anak Papua bernama Denias (diperankan Albert
Fakdawer) di suku pedalaman tepatnya di Arwanop, Ia berjuang keras untuk
mendapatkan pendidikan yang layak. Denias memulai perjalanan hidupnya dengan
bersekolah di sekolah darurat sekitar daerah tempat tinggalnya yang jauh dari
kesan layak. Ia dikenal sebagai anak yang berbakti, pandai dan berobsesi. Dukungan untuk bersekolah selalu datang dari
Ibu dan Pak Gurunya di sekolah. Selain itu Ia juga memiliki seorang teman yang
sering berbuat tidak baik kepadanya, yaitu Noel Seorang anak kepala suku
dikampungnya yang cukup dihormati.
Semangat Denias diuji ketika Sang
Ibu meninggal dan Pak Guru kembali ke tanah Jawa karena istrinya yang sakit
keras. Semenjak saat itu Denias selalu dibayangi kesedihan, namun Maleo (Ari
Sihasale) mengingatkan semangat yang selalu dikobarkan Sang Guru dan orang
tuanya untuk terus bersekolah dan memotivasi Denias untuk bersekolah di kota,
meskipun akhirnya Maleo sebagai tentara juga pergi karena dipindah tugaskan.
Kemudian Denias memutuskan untuk
pergi dari kampungnya menuju kota Tembagapura, dibalik gunung. Disana Ia
kembali merajut asa untuk melanjutkan sekolahnnya dan dipertemukan dengan teman
seperjuangannya Enos. Ketika itu, sekolah megah yang memang ditujukan untuk
kalangan tertentu menjadi tujuannya, hingga suatu ketika Denias yang sedang melihat
para siswa belajar dipertemukan dengan seorang Guru yang bernama Ibu Gembala
(Marcella Zalianty). Melihat perjuangan Denias untuk melanjutkan sekolah
membuat perasaan Sang Guru terketuk untuk membantu. Ibu Gembala pun berusaha
meminta bantuan kepada pihak sekolah dan berdiskusi dengan staf Guru lainnya.
Setelah melalui proses panjang, usaha yang dilakukan Sang Guru dan Denias pun
membuahkan hasil, Denias akhirnya berhasil melanjutkan sekolah di kota
Tembagapura.
KOMENTAR
Dari film tersebut menurut saya
ada aspek sosial yang bisa kita kritisi, masih banyak daerah-daerah pedalaman
di Indonesia yang memang belum tersentuh pembangunan, sebagai contoh di film
Denias kurangnya fasilitas pendidikan yang layak di Papua. Selain di Papua
sendiri, masalah tersebut sebetulnya juga masih banyak ditemui di daerah
perbatasan. Tentu hal ini masih menjadi perdebatan apakah memang pemerintah
tidak memprioritaskan mereka atau hal
tersebut memang masih diluar kapasitas pemerintah untuk saat ini. Karena sedari
Indonesia merdeka Papua atau Indonesia timur seakan menjadi anak tiri
dibandingkan dengan daerah lain, jika dilihat dari kemajuan pembangunannya.
Melihat kebelakang, memang sudah
bukan cerita baru bahwa Papua atau Pulau Cendrawasih memiliki begitu besar
sumber daya alam dan hal tersebut justru berbanding terbalik dengan taraf hidup
masyarakatnya, di daerah pedalaman khususnya. Sumber daya alam yang luas tidak
diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang ada. Mirisnya, justru banyak
pihak asing yang mengeruk kekayaan alam Papua.
Masukan dari penulis, sudah
sepatutnya pemerintah memikirkan dan bertindak nyata untuk solusi jangka
panjang Papua, yaitu dengan meningkatkan pemerataan dan peningkatan kualitas
pendidikan secara cepat, baik dari fasilitas maupun tenaga pengajarnya. Dengan
demikian diharapkan 10-15 tahun kemudian terlahir banyak tenaga ahli dari putra
putri Papua yang dapat mengolah tanah Papua dengan bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar