Minggu, 16 November 2014

ULASAN FILM SOSIAL



Denias, Senandung Diatas Awan

Film ini diangkat dari kisah nyata yang mengisahkan seorang anak Papua bernama Denias (diperankan Albert Fakdawer) di suku pedalaman tepatnya di Arwanop, Ia berjuang keras untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Denias memulai perjalanan hidupnya dengan bersekolah di sekolah darurat sekitar daerah tempat tinggalnya yang jauh dari kesan layak. Ia dikenal sebagai anak yang berbakti, pandai dan berobsesi.  Dukungan untuk bersekolah selalu datang dari Ibu dan Pak Gurunya di sekolah. Selain itu Ia juga memiliki seorang teman yang sering berbuat tidak baik kepadanya, yaitu Noel Seorang anak kepala suku dikampungnya yang cukup dihormati.
Semangat Denias diuji ketika Sang Ibu meninggal dan Pak Guru kembali ke tanah Jawa karena istrinya yang sakit keras. Semenjak saat itu Denias selalu dibayangi kesedihan, namun Maleo (Ari Sihasale) mengingatkan semangat yang selalu dikobarkan Sang Guru dan orang tuanya untuk terus bersekolah dan memotivasi Denias untuk bersekolah di kota, meskipun akhirnya Maleo sebagai tentara juga pergi karena dipindah tugaskan.
Kemudian Denias memutuskan untuk pergi dari kampungnya menuju kota Tembagapura, dibalik gunung. Disana Ia kembali merajut asa untuk melanjutkan sekolahnnya dan dipertemukan dengan teman seperjuangannya Enos. Ketika itu, sekolah megah yang memang ditujukan untuk kalangan tertentu menjadi tujuannya, hingga suatu ketika Denias yang sedang melihat para siswa belajar dipertemukan dengan seorang Guru yang bernama Ibu Gembala (Marcella Zalianty). Melihat perjuangan Denias untuk melanjutkan sekolah membuat perasaan Sang Guru terketuk untuk membantu. Ibu Gembala pun berusaha meminta bantuan kepada pihak sekolah dan berdiskusi dengan staf Guru lainnya. Setelah melalui proses panjang, usaha yang dilakukan Sang Guru dan Denias pun membuahkan hasil, Denias akhirnya berhasil melanjutkan sekolah di kota Tembagapura.

KOMENTAR

Dari film tersebut menurut saya ada aspek sosial yang bisa kita kritisi, masih banyak daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang memang belum tersentuh pembangunan, sebagai contoh di film Denias kurangnya fasilitas pendidikan yang layak di Papua. Selain di Papua sendiri, masalah tersebut sebetulnya juga masih banyak ditemui di daerah perbatasan. Tentu hal ini masih menjadi perdebatan apakah memang pemerintah tidak memprioritaskan mereka atau  hal tersebut memang masih diluar kapasitas pemerintah untuk saat ini. Karena sedari Indonesia merdeka Papua atau Indonesia timur seakan menjadi anak tiri dibandingkan dengan daerah lain, jika dilihat dari kemajuan pembangunannya.
Melihat kebelakang, memang sudah bukan cerita baru bahwa Papua atau Pulau Cendrawasih memiliki begitu besar sumber daya alam dan hal tersebut justru berbanding terbalik dengan taraf hidup masyarakatnya, di daerah pedalaman khususnya. Sumber daya alam yang luas tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang ada. Mirisnya, justru banyak pihak asing yang mengeruk kekayaan alam Papua.
Masukan dari penulis, sudah sepatutnya pemerintah memikirkan dan bertindak nyata untuk solusi jangka panjang Papua, yaitu dengan meningkatkan pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan secara cepat, baik dari fasilitas maupun tenaga pengajarnya. Dengan demikian diharapkan 10-15 tahun kemudian terlahir banyak tenaga ahli dari putra putri Papua yang dapat mengolah tanah Papua dengan bijak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar